Pneumonia Ancam Anak Balita karena Pneumonia atau radang paru akut masih menjadi penyakit penyebab
kematian anak balita kedua terbesar di Indonesia setelah diare.
Sayangnya, belum semua fasilitas kesehatan di Indonesia menyediakan
vaksin pneumonia yang berfungsi untuk mencegah infeksi.
Menurut
Ketua Unit Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Nastiti Kaswandani, pada temu media di Kementerian Kesehatan, Jakarta,
Jumat (6/11), pneumonia umumnya disebabkan bakteri Streptococcus
pneumonia.
Namun, vaksin untuk mencegah infeksi bakteri itu belum
tersedia menyeluruh hingga ke fasilitas kesehatan tingkat pertama
ataupun puskesmas di Indonesia. Akibatnya, masyarakat yang membutuhkan
vaksin itu harus mengeluarkan biaya lebih karena harganya mahal.
Padahal,
imunisasi dasar lengkap menurunkan risiko pneumonia 49 persen.
"Pneumonia jadi pembunuh anak balita yang terlupakan. Namun, pneumonia
bisa dicegah dan diobati. Pemberian imunisasi dan air susu ibu secara
eksklusif bisa menurunkan risiko pneumonia," ucapnya.
Meski demikian, vaksin Hib dalam imunisasi pentavelen DPT-HB-Hib masih dipakai untuk mencegah pneumonia.
Pneumonia
atau radang paru akut kebanyakan disebabkan infeksi mikroorganisme,
seperti bakteri dan virus. Infeksi itu menyebabkan kerusakan jaringan
paru yang jadi tempat pertukaran oksigen. Akibatnya, pasokan oksigen
dalam tubuh terganggu.
Gejala awal pneumonia antara lain,
gelisah, frekuensi napas lebih cepat dari biasa. Gejala lainnya adalah
tampak tarikan dinding dada bagian bawah, bibir ataupun mukosa lidah
kebiruan.
Menurut penuturan Iis Juabedah (34), ibu dari penderita
pneumonia, M Rizky Putra (10 bulan), di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Cipto Mangunkusumo Jakarta, sebelum didiagnosis menderita pneumonia,
frekuensi napas Rizky cepat. "Kelihatan seperti ngos-ngosan, batuk, dan
demam," ujarnya.
Faktor risiko
Nastiti
memaparkan, malnutrisi atau kurang nutrisi, kurang mendapat air susu ibu
secara eksklusif, dan imunisasi yang tak lengkap meningkatkan risiko
terjadinya pneumonia. Faktor risiko lain adalah berat bayi lahir rendah,
pajanan asap rokok, dan pencemaran udara.
Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007, pneumonia jadi penyakit yang menyebabkan
23,8 persen bayi dan 15,5 persen anak berusia di bawah lima tahun
(balita) meninggal. Angka itu di bawah diare yang menyebabkan 31,4
persen bayi dan 25,2 persen anak balita meninggal.
Tahun 2014,
tercatat 600.682 kasus pneumonia anak balita dan 32.025 kasus atau 5,3
persen di antaranya merupakan pneumonia berat. Angka kematian karena
pneumonia dalam setahun mencapai 19.000 orang atau 2-3 anak balita dalam
satu jam.
Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Kementerian Kesehatan Sigit Priohutomo memaparkan, belum tersedianya
vaksin untuk pneumonia bukan karena keterbatasan anggaran. Akan tetapi,
Kemenkes mengkaji efektivitas biaya pemberian vaksin itu di puskesmas.
Sigit
menambahkan, Kemenkes berupaya meningkatkan jumlah temuan kasus
pneumonia serta sosialisasi dan edukasi melalui berbagai media. Itu
untuk mencapai target global, yakni menurunkan angka kematian pneumonia
di bawah 3 per 1.000 anak balita. Saat ini angka kematian pneumonia di
Indonesia masih 4 per 1.000 anak balita.
Sejumlah program yang
dilakukan Kemenkes antara lain, menyusun pedoman tata laksana, pelatihan
tenaga kesehatan, dan pelibatan masyarakat. Upaya lain adalah
menggalakkan imunisasi, perbaikan gizi, dan mendorong pemberian ASI
eksklusif. (ADH)
itulah sekilas informasi tentang pneumonia ancam anak balita, semoga bermanfaat 🙏
Saturday, 7 November 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment