Bagaimana alasan pengguguran kandungan diperbolehkan. Aborsi atau lebih dikenal dengan istilah pengguguran kandungan selalu
menimbulkan kesan negatif. Padahal bagi sebagian orang, hal ini menjadi
kebutuhan.
dr Sarsanto Wibisono Sarwono, SpOG, Ketua Pengurus Harian Nasional Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengatakan Indonesia masih menganggap aborsi sebagai kegiatan yang ilegal, padahal ini juga bagian dari pemenuhan hak reproduksi seksual, terutama bagi wanita.
Untungnya ketika Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disahkan, mulai dicantumkan pasal-pasal yang mengakomodasi pemenuhan kesehatan reproduksi wanita, hal ini sendiri baru terealisasi lewat Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
"Di situ sudah dirinci aborsi itu dilarang kecuali ada 2, indikasinya kedaruratan medis dan perkosaan," katanya kepada wartawan usai Diskusi Panel terkait Kebijakan dan Layanan Aborsi di Indonesia, di Hotel Novotel, Jumat (4/12/2015).
Ini pun dikatakan Sarsanto atau lebih akrab disapa dr Soni masih belum memadai. Seperti halnya yang tercantum dalam closure tambahan untuk indikasi perkosaan, yaitu abortus hanya bisa dilakukan pada kurun waktu 40 hari dihitung dari hari pertama haid yang terakhir.
"Usia kandungan terlanjur bertambah tapi kita masih harus membuktikan apakah ini benar-benar perkosaan, ini tentu akan memakan waktu lama, kami takut mereka justru tidak bisa tertolong," paparnya.
Ditambahkan dr Ramona Sari, Sekretaris Harian Nasional PKBI yang juga praktisi Sexual and Reproductive Health and Rights (SRHR), di sisi lain, jumlah provider atau penyedia layanan aborsi di Indonesia juga nyaris tak berkembang.
"Tidak gampang mencari dokter yang mau bekerja untuk itu meskipun kami adakan pelatihan, baik kepada obgyn (dokter kandungan) atau dokter umum. Dari tahun 1980-an, angkanya tidak jauh-jauh dari 20-an orang saja," paparnya.
Menurut Sari, yang bersangkutan seringkali masih meyakini bahwa aborsi merupakan tindakan kriminal, atau terkendala faktor internal maupun eksternal lain, sehingga sulit bagi mereka untuk serta-merta mengiyakan ketika diminta memberikan layanan aborsi secara aman.
Meski tak mengantongi data resminya, PKBI memperkirakan terdapat 2.000.000 wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, baik legal maupun secara ilegal. Namun yang ter-cover atau terjamah oleh PKBI hanya sekitar 10.000 klien saja pertahunnya.(lll/up)
dr Sarsanto Wibisono Sarwono, SpOG, Ketua Pengurus Harian Nasional Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengatakan Indonesia masih menganggap aborsi sebagai kegiatan yang ilegal, padahal ini juga bagian dari pemenuhan hak reproduksi seksual, terutama bagi wanita.
Untungnya ketika Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disahkan, mulai dicantumkan pasal-pasal yang mengakomodasi pemenuhan kesehatan reproduksi wanita, hal ini sendiri baru terealisasi lewat Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
"Di situ sudah dirinci aborsi itu dilarang kecuali ada 2, indikasinya kedaruratan medis dan perkosaan," katanya kepada wartawan usai Diskusi Panel terkait Kebijakan dan Layanan Aborsi di Indonesia, di Hotel Novotel, Jumat (4/12/2015).
Ini pun dikatakan Sarsanto atau lebih akrab disapa dr Soni masih belum memadai. Seperti halnya yang tercantum dalam closure tambahan untuk indikasi perkosaan, yaitu abortus hanya bisa dilakukan pada kurun waktu 40 hari dihitung dari hari pertama haid yang terakhir.
"Usia kandungan terlanjur bertambah tapi kita masih harus membuktikan apakah ini benar-benar perkosaan, ini tentu akan memakan waktu lama, kami takut mereka justru tidak bisa tertolong," paparnya.
Ditambahkan dr Ramona Sari, Sekretaris Harian Nasional PKBI yang juga praktisi Sexual and Reproductive Health and Rights (SRHR), di sisi lain, jumlah provider atau penyedia layanan aborsi di Indonesia juga nyaris tak berkembang.
"Tidak gampang mencari dokter yang mau bekerja untuk itu meskipun kami adakan pelatihan, baik kepada obgyn (dokter kandungan) atau dokter umum. Dari tahun 1980-an, angkanya tidak jauh-jauh dari 20-an orang saja," paparnya.
Menurut Sari, yang bersangkutan seringkali masih meyakini bahwa aborsi merupakan tindakan kriminal, atau terkendala faktor internal maupun eksternal lain, sehingga sulit bagi mereka untuk serta-merta mengiyakan ketika diminta memberikan layanan aborsi secara aman.
Meski tak mengantongi data resminya, PKBI memperkirakan terdapat 2.000.000 wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, baik legal maupun secara ilegal. Namun yang ter-cover atau terjamah oleh PKBI hanya sekitar 10.000 klien saja pertahunnya.(lll/up)
0 comments:
Post a Comment